LAPISNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi lembaga yang kerap menjadi buah bibir dan perdebatan di semua kalangan dalam pola menekan pemberantasan korupsi.
Bagi Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dukungan maupun sikap sentimen terhadap pencapaian lembaga antirasuah itu sebuah kewajaran. Pasalnya, KPK bukan lembaga superbody, atas sikap kritik yang dilayangkan.
Yang pasti, kerja KPK dalam memberikan edukasi kepada eksekutif, legislatif dan semua unsur menjadi garis komitmen yang pantas diapresiasi.
Termasuk langkah KPK yang telah menyerahkan barang rampasan negara dari hasil tindak pidana korupsi senilai Rp 56,48 miliar kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Badan Informasi Geospasial (BIG).
”Saya apresiasi atas kerja keras KPK maupun pencapaian yang dihasilkan. Soal sikap kontra dan kritik tentu saja akan semakin menguatkan keberadaan KPK,” tegas politisi Partai Gokar itu, Rabu (25/11/2020).
Wakil Rakyat asal Dapil II Lampung itu, menilai ada nilai positif dalam penegakan hukum.
”Ada progres. Ini dilihat dari fokus KPK yang terus meminimalisasi faktor-faktor penyebab korupsi itu sendiri, terutama dalam hal pencegahan,” imbuh Azis dalam keterangan tertulisnya.
Dalam kerangka bekerja, Azis Syamsuddin meyakini, implementasi kerja KPK tetap merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, yang disahkan melalui UU Nomor: 7 tahun 2006.
”Korupsi bukan hanya dipahami sebagai penyalahgunaan anggaran negara oleh pejabat demi kekayaan pribadi mereka. Tapi implikasi berdampak luas terhadap kehidupan bernegara,” tegas Azis Syamsuddin.
Lagi-lagi, sambung Azis, publik masih melihat kerja KPK dari pencapaian yang dihasilkan. Berapa banyak pejabat yang terciduk lantaran terlilit gratifikasi dan kasus lainnya.
”Pencapaian kerja ini tentu saja bukan sekedar berapa banyak kasus korupsi yang terungkap. Tapi bagaimana menekan angka korupsi itu sendiri.
Bagi Azis Syamsuddin pengungkapan kasus yang melibatkan 27 orang menteri maupun setingkat menteri merupakan jejak rekam yang telah dilakukan.
Bahkan, KPK berhasil menyeret 199 pejabat tinggi pemerintah eselon I dan II termasuk empat duta besar dan empat penasihat umum.
Lagi-lagi ini membuktikan KPK tidak pandang bulu terhadap praktik haram yang terjadi di tingkat eksekutif maupun legislatif.
”Coba kita lihat, pada tingkat eksekutif, KPK juga menyentuh korupsi yang melibatkan pejabat keuangan negara. Misalnya KPK menuntut seorang gubernur dan lima orang wakil gubernur bank sentral. Ini jika kita bicara jejak rekam KPK,” sambung Azis Syamsuddin.
Lalu di tingkat pemerintah daerah, KPK telah menuntut 20 gubernur dan 101 orang walikota dan bupati ke pengadilan.
Dari data-data yang muncul menunjukkan bahwa KPK secara efektif membongkar korupsi yang melibatkan pejabat negara di sektor eksekutif.
Ini mencerminkan upaya penindakan korupsi di pemerintah berjalan efektif dengan hasil 100% vonis bersalah.
”Kembali yang kita harapkan, tentu saja bukan persoalan berapa jumlah kasus atau tersangka yang terungkap tapi bagaimana menekan angka korupsi ini,” pinta Azis Syamsuddin.
Terkait dengan capaian dalam bidang pencegahan korupsi, bagi Azis Syamsuddin, keliru jika memandang KPK gagal dalam pencegahan. KPK telah banyak berhasil dalam mengembalikan aset maupun dana hasil korupsi.
Dalam empat tahun terakhir sambung Azis, dana hasil korupsi yang dipulihkan KPK terus meningkat, dari Rp 107 miliar (2014), Rp 193 miliar (2015), Rp 335 miliar (2016), Rp 342 miliar (2017), dan Rp 600 miliar (2018) atau jumlah total sebesar Rp 1,69 triliun.
”Artinya dalam kondisi apapun, secara kelembagaan KPK terus bekerja. Saya sangat berharap KPK juga tidak berhenti memfokuskan pada upaya meminimalisasi faktor-faktor penyebab korupsi. Tapi bagaimana meningkatkan angka kepatuhan,” pungkas Azis Syamsuddin. (ful/scio)
Komentar